twitter
rss

Bagi Anda yang memiliki rumah, apartemen ataupun tinggal di kosan yang memiliki ruang tidak terlalu besar maka Anda tidak boleh lewatkan furnitur yang satu ini.

Desain furnitur yang diberi nama "As if from Nowhere..." karya Orla Reynolds, hadir dengan konsep unik. Dalam satu kesatuan furnitur ini terdiri dari rak buku, kursi dan meja. Desainnya yang ringkas dapat menghemat ruang Anda.




























Sebagai negara yang mengalami bubble economy, Cina tak henti-hentinya membangun infrastruktur yang mengagumkan. Kini, di persimpangan jalan pusat kota yang padat, para pejalan kaki disediakan fasilitas pedestrian mengambang, atau sebut saja jembatan penyeberangan melingkar sehingga orang dengan mudah berpindah ke sisi jalan lain.

 
 
Pedestrian setinggi 5,5 meter ini ada di atas  Lujiazui Road, Distrik Pudong, Shanghai. Dibangun pada 2011 lalu dan menjadi salah satu daya tarik wisata baru. Pejalan kaki bisa melihat kesibukan jalan raya di bawahnya, atau menikmati taman mungil di pusat persimpangan.

Desainnya yang unik ini mendapat penghargaan dari WWF karena menyediakan ruang bagi pejalan kaki di tengah kota sebagai upaya memerangi dampak negatif perubahan iklim. Warga kota dibuat nyaman menjadi pejalan kaki. Inilah satu upaya pemerintah setempat menciptakan infrastuktur yang ramah lingkungan.

Bayangkan kalau proyek serupa bisa dibangun di Jakarta, misalnya di Jembatan Semanggi, atau Bundaran HI, mungkin?


 
 











Sumber:
whenonearth

Jika waktu kecil kita sering membuat pesawat dari kertas, nah desainer satu ini juga membuat pesawat kertas, namun bukan sembarang pesawat kertas, karena pesawat kertas satu ini mengambil bentuk pesawat Boeing 777 dengan detail yang akurat.
Adalah Luca Iaconi-Stewart's yang memiliki kemampuan luar biasa mengubah berlembar-lembar kertas Manila menjadi bagian-bagian pesawat Boeing. Kedetailan pesawat Luca ini bisa dilihat dari interiornya.


Proyek Luca sendiri belum sepenuhnya jadi, bisa di maklumi karena butuh waktu lama untuk membuat setia[ bagian pesawat secara mendetail.




Lihat keakuratan kabin penumpang, dengan sedikit cat suasana di dalamnya bisa berubah bak kabin pesawat beneran.




Suasana kokpit pesawat, terlihat detail sekali di bagian kursi dan panel kemudi.




Roda pendaratan pun terlihat akurat dan bahkan bisa dilipat.




Turbin pesawat dibuat dengan detail bahkan bagian tertentu bisa di gerakkan.


Lemari penyimpanan barang.



Sumber :
anekainfounik

Yang satu ini rasanya jadi karya seni yang mahalnya nggak ketulungan. Sang kreator, Suzan Drummen menggunakan berbagai kristal, logam chrome, batu mulia, cermin, hingga kaca optik pada instalasinya.
Seniman Belanda ini menciptakan desain rumit yang tersebar di seluruh lantai galeri. Dari kejauhan, kita bisa menikmati pola simetris berwarna-warni. Lalu dari jarak dekat, beragam batu mulia terlihat begitu memukau.

Pada sebuah ajang pameran, Suzan memberi kesempatan pada pengunjung untuk berinteraksi dengan mengubah susunan yang ada hingga tercipta instalasi baru. Tapi hati-hati tergoda, ya. Bisa-bisa batu mulia milik sang seniman malah masuk kantong he..he..he..




Sumber foto:
memobee.

Minas Tirith, yang sempat porak-poranda karena serangan penyihir jahat Saruman,  kini telah berdiri megah kembali. Dalam trilogi Lords of The Rings, Gandalf dan kawan-kawan fellowship of the rings menahan gempuran tersebut. Tapi di dunia nyata kota berjulukan White City ini dibuat oleh Pat Acton dari batang korek api.

Ya, ini memang hanya sebuah instalasi seni replika Kota Para Raja dalam novel karangan J.R.R. Tolkien. Penggarapannya sangat serius, selama tiga tahun mulai dari 2010 Pat merangkai korek api satu persatu. Hasilnya, Minas Tirith dari 420.000 batang korek api.


Penciptaan karya spektakuler dari batang korek api memang sudah sering dilakukan banyak seniman. Pembedanya, Pat memesan batang korek api tanpa kepala sulfur. Karena itulah, imajinasinya membuat Kota Putih itu dapat terwujud. Lihat saja hasilnya berikut ini.

 
Proses pembuatan
Pat Acton dan hasil karyanya
Sumber:
twistedsifter

Brad Spencer termasuk dalam salah satu dari sangat sedikit seniman di dunia yang menciptakan patung menakjubkan dari batu bata. Brad telah menjadi pematung sejak tahun 1984.

Spencer mengatakan media bata memiliki semua karakteristik yang sama dari daya tahan dan pemeliharaan rendah sebagai bangunan bata. Terlihat bagus dengan lanskap dan  dapat menghibur untuk orang-orang yang sedang bersantai di sekitarnya.






















Sumber :
uniknya
thewondrous

Aku suka memandangi langit biru, karena ia cerah merekah mengisyaratkan keceriaan. Namun, aku tak suka melihat langit tatkala ia kelabu, karena ia terlihat sendu, semu dan membuat jenuh. Maka, aku selalu berharap langit kan selalu biru, bukan kelabu.
Aku bahagia, karena hari ini awan biru, sangat biru, cerah, merekah merona, membuat hari hariku bersamamu semakin indah. Dan, harus ku ulangi setiap hari, bahwa Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Untuk itu Aku sangat bahagia tatkala mendengar desah nafasmu ketika Kau terlelap tidur, Aku sangat bahagia ketika aku di buat sibuk melayani hari harimu. karena, Aku ingin menjadi sosok sempurna di matamu, walaupun sesungguhnya Aku sangat tak sempurna, untuk itu, maafkan Aku Suamiku!.
Ketika Aku kecil, Aku adalah anak penurut, setiap kata yang terucap dari bibir Bapak bagiku itu adalah titah yang wajib di dengar dan di laksanakan perintahnya, mungkin saat itu, bapak ibuku bersyukur memiliki anak sepertiku.
Hingga saat aku lulus Sekolah Dasar, Aku di kirim Bapak ke salah satu Pesantren tersohor di Jawa Timur. Aku menurut saja, walau sebenarnya, ada rasa tak terima di hatiku, karena Aku tak ingin jauh dari ibuku, Aku tak ingin tinggal sendirian tanpa di temani seorang keluarga di sana. Namun, apalah daya, Aku adalah anak yang harus menuruti semua perintah Bapak, maka ku anggap inilah pilihan dan jalan yang terbaik dan harus kujalani.
Selanjutnya, ku jalani hari hari tanpa gairah di Pesantren. jiwa dan ragaku diam, namun fikiranku melayang, membayangkan suasana rumah, membayangkan apa yang sedang di lakukan Bapak dan Ibuk tatkala Aku sibuk belajar, mengaji, mengaji dan mengaji, tak ada yang lain. Maka, muncullah hasil dari hari hariku yang tak bergairah menimba ilmu di pesantren dengan surat keputusan bahwa Aku tidak naik kelas. Tuhan bantulah Aku, harus bagaimana Aku menjawab pertanyaan Bapak, harus bagaimana Aku mempertanggung jawabkan semua kesalahanku.aku takut ya Rabb.
Hari hari yang ku lalui semakin sulit, Aku ketakutan, Aku gelisah, setiap kali terbayang wajah Bapak Aku semakin takut, hingga badanku menggigil tak karuan. Dua hari yang akan datang Bapak dan Ibu akan mengunjungiku ke sini, aku semakin ketakutan, membayangkan betapa marahnya Bapak nanti ketika mengetahui bahwa Aku tidak naik kelas, kemudian terlintas di benak fikirku “udah Lia, pergi aja dari Pesantren, kamu bisa bebas, hidup bebas tanpa kekangan, kamu bisa bebas dari amukan Bapakmu ketika nanti ia tau kalau kamu ngga naik kelas”, rupanya setan berhasil meracuni fikiranku, dan aku mulai bersiap siap tuk menjalankan aksiku, mungkin separuh otakku sudah kehilangan kewarasannya.
Takut, takut, takut, hanya itu yang ada di benakku, maka satu satunya jalan ialah aku harus pergi, agar aku tak bertemu dengan bapak. Maka, siang itu, tatkla semua teman temanku sibuk belajar, aku pergi ke kamar mandi, karena tadi pagi sengaja aku menrauh tas yang berisi baju bajuku disana, dan akupun keluar dari gerbang sekolah, hingga keluarlah aku dari batas zona santri. Aku bebas pekikikku girang dalam hati!
Sepanjang perjalanan, aku tak memikirkan kemanakah kaiku kan menapak, aku hanya memikirkan tentang bagaimana bisa bebas dari amukan bapak,karena aku sangat takut untuk menghadipnya, hingga aku tak memikirkan sedikitpun tentang arahku melangkah, aku terus saja berjalan. Hinga malam datang, baru kusadari bahwa aku berjalan tanpa arah, aku tak punya tujuan, maka kuputsukan malam itu untuk menginap di suatu masjid, sepi sunyi, dingin, dan akupun tertidur sebab terlalu capek.
Adzan subuh mambangunkanku, aku beranjak wudlu dan segera sholat. Setelah sholat aku mulai berfikir bahwa di daerah ini masih belum aman, karena ini terlalu dekat dengan pesantren dan bapak serta keluarga pasti masih bisa menjangkau dan bisa menemukanku, seketika itu setan mulai menghasud fikiranku ”kenapa ngga ke surabya aja?, itu kota besar, pasti bapakmu akan kebingungan jika mencari disana”, maka dengan segera aku Tanya ke kanan kiri bagaiman rute tuk menuju Surabaya.
Setelah 5jam perjalanan, sampailah aku di Kota Surabaya, aku ling lung, aku tak tahu kemana kakiku melangkah, dan uangku sangat menipis, aku harus melakukan sesuatu untuk bertahan lebih lama lagi. Kurasakan cacing cacing di perutku mulai meronta meminta makan, kemudian di seberang jalan kulihat ada warung kecil, segera aku berjalan menujunya, dan aku pesan 1 porsi nasi pecel, ibu pemilik warung itu masih belum terlalu tua, bisa di tebak dari raut wajahnya mungkin ia masih kepala empat, ia cantik dan ber make up tebal “aneh, jualan nasi aja kok tebel banget make up nya” kata hatiku. “neng bukan warga sini ya? Kok wajahnya asing, bawa tas gede lagi!” Tanya ibu itu, kemudian aku tersenyum dan menjawab”hehe, iya bu, saya bukan orang sini”, “terus, kesini mau ngapain neng?” Tanya ibu itu lagi, “eh, saya pingin kerja di sini bu, tapi belum tahu kerja apa” jawabku polos, kemudian ibu itu tersenyum nyengir sambil bisik bisik dengan lelaki paruh baya di sampingnya, entah suaminya atau apa, aku tak tahu.
“yaudah neng, mau kerja sama saya aja?” tawar ibu itu, aku senang bukan main ketika mendengar kata kerjaan, maka dengan cepat aku menjawab “iya bu, saya sangat senang sekali, saya mau kerja apa aja yang penting halal dan bisa buat saya bertahan hidup disini”. Saat itu, jadilah aku pembantu di warung kecil itu, aku membantu semua pekerjaan yang aku bisa melakukannya, mulai dari mencuci piring, menggoreng ikan, sampai melayani pembeli. warung itu buka hingga dini hari, dan anehnya semakin malam semakin ramai pengunjung warung kecil ini, dan pembelinya rata rata adalah lelaki, aku tak berani bertanya walau satu pertanyaan pun, maka kusimpan baik baik semua pertanyaanku dalam hati.
Hari hari yang kujalani membuat aku capek, dan aku mulai merindukan ibu bapak, aku merindukan suasana pesantren, aku mulai berfikir betapa bodohnya aku, hanya karena ketakutan akan amukan bapak, aku malah pergi dan akhirnya aku susah sendiri. Aku membayangkan, betapa bingungnya bapak dan ibuk mencari keberadaanku, aku mulai meratapi ketidak warasanku
Gajian dari warung ini hanya sedikit, namun untungyna aku tidur dan makan ikut mbak Nilam, ibu ibu pemilik warung ini yang kini ku panggil mbak agar lebih akrab. Maka ku sampaikan keluh kesahku tentang gajianku yang hanya 150 ribu tiap bulan, karena bagiku, ini tak sebanding dengan kerjaku yang di mulai petang hingga malam. “yaudah, kalo mau cari kerja yang lain silahkan keluar!, saya hanya kuat bayar segitu, atau kalau kamu pingin gaji gede ada satu pekerjaan untukmu” mendengar gaji gede aku langsung semangat “kerja apaan mbak?” “jadi tukang pijit urat di tempat teman saya” jawab mbk nilam “tapi saya ngga bisa mijit Mbak” jawabku, “gampang, nanti kamu disana bakal di training sampai kamu bisa”, maka, kuterima tawaran kerja jadi tukang pijit urut itu.
Mulai dari itu, pindahlah aku dari tangan mbak nilam ke tangan Mbak Yosi, majikan baruku, tempat dimana aku kan bekerja sebagai buruh pijat. Malam menjelang, pasien pijatnya sangat banyak, “laris sekali tempat pijatan Mbak Yosi ini ya”, gumamku dalam hati, dan rata rata pasiennya adalah laki, laki, namun, di ruangan ini tak semuanya laki laki, ada beberapa wanita dengan rok mini serta baju ketat yang menutupi, aku mulai curiga dengan tempat ini, tapi apalah daya, aku sudah terikat dengan tempat ini, karena aku sudah menerima DP dari gajianku bulan depan.
Masa trainingku memang benar benar belajar memijat, hingga aku di nyatakan sudah bisa dan mulai nanti malam aku sudah boleh mulai bekerja, “Lia, mulai nanti malam kamu sudah bisa mijit ya” kata Mbak Yosi “ iya mbk, tapi saya takut nanti salah urat mbk, kan saya belum paham betul tentang miit urat” jawabku polos. Kemudian, Mbak Yosi tersenyum dan berkata “yaudah, lakuin sebisanya, dan lakuin semua yang di minta pasien kamu nanti” “iya Mbak” jawabku.
Malam mulai menjelang, aku di beri pakaian oleh Mbak Yosi, katanya biar pelangganku nanti bisa nyaman ketika di pijit, dan anehnya baju itu adalah rok mini dengan tank top yang ketat, aku tak tahu apa apa dan aku takut tuk bertanya. “Lia, pasien kamu datang, kamu siap siap di kamar ya” seru Mbak Yosi.
Selanjutnya, aku hanya bisa meratapi semua terjadi dengan diriku, ada sesal menyeruak seakan akan memenuhi rongga dadaku, hingga nafasku sesak, suaraku tertahan. “Rabbi, ampunilah semua dosa dosaku, ampuni aku bapak, ibu!” pekikku memecah keheningan malam, ternyata aku baru mengetahui arti sebenarnya dari pekerjaanku sebagai tukang pijit. Namun, apa daya, aku sudah terikat dengan mbak Yosi, dan jika aku melanggar perjanjian maka aku harus mengembalikan DP yang telah di berikan Mbak Yosi kepadaku 5x lipat. Dan aku tak punya uang sebanyak itu.
Hari hari selanjutnya, aku pun mulai menikmati pekerjaan ini, aku terbuai oleh dunia, mataku di butakan dengan uang haram, dan aku berfikir bahwa Allah telah membenciku, karena aku sudah banyak dosa, maka biarlah aku tetap menjalani pekerjaanku ini, karena diriku sudah terlanjur kotor dan hina.
5 tahun kujalani hidup di Surabaya, hingga suatu saat aku merasa jenuh dengan suasana dan pekerjaanku. Kemudian, akupun diam diam keluar dari tempatku bekerja dengan membawa semua barang barangku, serta semua uang haramku yang melimpah. “aku ingin pulang” seruku dalam hati. Sesampainya di rumah, betapa kagetnya bapak dan ibu melihat kedatanganku, kulihat mereka beranjak tua, ada garis keriput di wajahnya, “Tuhan, ampuni segala dosa dosaku, mulai sekarang aku berjanji akan menebus semua dosa dosaku terhadap bapak dan ibu, aku akan selalu menemaninya”.
Ketika bapak, ibu dan semua saudara saudaraku bertanya tentang kegiatan serta pekerjaanku di surabya, aku menjawab bahwa aku bekerja menjdai SPG di salah satu toko kosmetik terkenal, dan mereka pun percaya. Hingga suatu saat, datanglah lelaki kerumah menemui bapak, dan lelaki itu bilang kalau ia berniat menikahiku.
Aku menerima lamaran itu, dan bapak pun mengangguk setuju. Namun, ada sesal di hatiku, lelaki itu adalah lelaki baik baik, sedangkan aku adalah wanita hina yang mencoba menutupi semua kejelekanku dengan kebohonganku, dengan semua cerita palsuku.
Hari pernikahan pun tiba, betapa bahagianya aku, karena baru sekarang aku merasakan jatuh cinta, dan tulusnya sebuah perasaan. Akupun mulai menangis sesenggukan mengingat semua masa lalu hinaku. “kenapa kamu menangis?” Tanya suamiku, aku hanya diam. Kemudian, suamiku memelukku erat, hangat. Baru kali ini aku merasakan pelukan sehangat ini, meskipun sebelumnya aku telah berpindah pindah dari pelukan lelaki ini ke lelaki yang itu dan seterusnya. “Rabbi, ampuni semua dosa dosaku, aku menyesal, sungguh menyesal” aku meratap tanpa lelah, berharap ampunan Nya kan selalu melimpah.
Hari hariku semakin terasa bahagia, karena aku sudah menceritakan semua masa laluku kepada suamiku, dan ia pun menerima dengan lapang dada masa laluku. Aku semakin mencintainya, dan aku ingin selalu menjadi sosok yang sempurna di matanya, walau sebenarnya kau sangat tidak sempurna, bahkan hina.
Tak terasa, tiga tahun sudah aku menjalani rumah tangga. Namun, aku tak kunjung di karuniai seorang anak, aku dan suamiku pun mulai cemas. Kemudian, hari itu kami sepakat tuk konsultasi ke dokter kandungan, betapa kagetnya aku, ketika aku di vonis positif HIV, tubuhku sudah terjangkit virus menghinakan itu. Dan, itu sudah menjalar di tubuhku sejak 4 tahun yang lalu. “rabbi, inikah balasan untuk semua masa laluku?” aku terdiam lesu di pelukan suamiku.
“mas, apakah kamu tak takut tertular penyakitku?” tanyaku kepada suamiku. “aku takut, sangat takut. Namun, rasa cintaku menutupi semua ketakutanku, dan aku berjanji tuk selalu menemanimu, bagaimanapun keadaanmu, karena aku suamimu, dan emngkau istriku” jawab suamiku mantab. Akupun semakin mencintainya, mengagumi kesabarannya.
Berita tentang penyakit yang ku derita pun menyebar hingga ke pelosok desa, meskipun kami sekeluarga berusaha menutupinya rapat rapat. Namun, apalah daya, inilah hukuman yang harus ku terima, aku dan suamiku di usir dari kampung. Sungguh, aku malu, melebihi rasa Maluku terhadap Mu ketika aku menjalani pekerjaan itu ya Rabb. Kemudian, aku dan suamiku pun memutuskan tuk menetap di rumah bapakku.
Hingga hari hariku terasa semakin lelah, tubuhku semakin melemah, virus virus itu sudah memakan semua tenagaku, aku tak kuasa melakukan apa apa. Kemudian, suamiku mengajak periksa ke dokter, agar mengetahui perkembangan penyakitku, apakah virus virus itu sudah menyerah setelah berbagai macam obat kutelan. Ternyata tidak, virus itu semakin menjalar. Dan bahkan suamiku positif tertular,” tuhan, cukup aku saja yang engkau hukum, kenapa kau biarkan virus hina itu menyerang tubuh suamiku yang tak berdosa” aku menangis sejadi jadinya, aku sangat menyesal, karena suamiku ikut merasakan akibat dari masa laluku.
“sayang, aku sudah lelah” kataku kepada suamiku. “sst, jangan bilang seperti itu, kita harus yakin kalau kita pasti sembuh” jawab suamiku, namun, aku semakin lelah, mataku berat tuk di buka.hingga aku merasa ada yang hilang dari ragaku, akupun terkulai lemas, diam pucat di pelukan suamiku.

Maafkan Aku, Suamiku
karena Aku meninggalkan awan kelabu di hidupmu.
padahal, Aku berharap agar awan biru selalu menanungi hidupku serta hidupmu.
namun, ini semua balasan atas masa lalu kelamku
maafkan Aku, karena telah membuatmu merasakan pahitnya cercaan orang
Aku hanya bisa berdoa semoga awan kelabu itu kan segera berlalu
dan berganti menjadi awan biru
agar kau bisa merasakan hidup tentram tanpa cercaan orang



sumber:
http://mieakarimah.blogspot.com



Ya Alloh,,,
ampuni semua dosa-dosaku dan dosa-dosa kedua orang tuaku,
baik kecil atau besar, sengaja atau tidak, yang tampak atau yang tersembunyi,
sehatkanlah beliau,,,
rukunkan dan bahagiakanlah beliau dalam umur yang panjang dan penuh berkah.
baikkan dan lancarkanlah rezeki beliau,

Ya Alloh,,,
terjadikanlah perubahan yang baik pada  rezekiku,
buatlah aku segera tahu bahwa yang ku kerjakan ini tepat,
lancarkanlah aliran rezeki melalui pekerjaanku,
berkahkanlah tabunganku,
mampukanlah aku membiayai keluarga yang sejahtera, rukun, penuh cinta, dan panjang umur
dan mampukanlah aku secepatnya memberangkatkan kedua orang tuaku umroh + haji.
Aamiin,,,,

Lingkungan anak bukan hanya keluarga. Ada lingkungan sekolah, lingkungan bermain di sekitar rumah, dan kelak saat dewasa ada lingkungan kerja. Dunia di luar rumah terkadang keras, karena penuh persaingan. Nah, bagaimana agar anak tumbuh sebagai sosok yang 'tahan banting'?


"Untuk menciptakan anak yang tangguh adalah dengan memberi kesempatan anak untuk belajar mengambil risiko. Orang tua sering kali tergoda mengambil peran anak karena mereka tidak mau anaknya sakit yang merupakan risiko dari apa yang dihadapinya," ujar psikolog anak dan remaja, Ratuh Zulhaqqi, dalam perbincangan dengan detikHealth.

Terlalu membatasi anak, memberikan target-target orang tua, dan mendidik anak dengan keras ala tiger mom, menurut Ratih bukanlah solusi untuk membentuk pribadi tangguh. Pun dengan orang tua yang terlalu memanjakan anak dengan memenuhi semua yang anak mau, ketangguhan tidak akan terpupuk.

"Anak jatuh nggak apa-apa. Jadi dia bisa merasakan sakit. Dia tahu itu risikonya, sehingga nantinya kalau lari-lari dia akan lebih berhati-hati. Jadi sebaiknya kembalikan kesempatan kepada anak untuk mengambil risiko. Jangan hanya di-support saat melakukan hal positif tapi 'dibuang' saat melakukan hal negatif," lanjut perempuan yang juga jadi staf pengajar di Universitas Paramadina.

Psikolog anak dan keluarga, Roslina Verauli MPsi menambahkan daya tahan anak bisa dibangkitkan dengan menyentuh perasaan paling dasarnya, yakni perasaan bahwa dia dicintai dan disayangi oleh orang tuanya. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan diri.

"Lalu ditumbuhkan perasaan penghayatan diri yang positif. Jadi I am, I want, I can-nya semua positif. Misal menanamkan I am a good girl. Pastikan anak bisa melakukan hal-hal sederhana untuk dirinya sendiri. Misal di usia 6 tahun anak bisa belajar memakai baju sendiri," ujar perempuan yang akrab disapa Vera ini.

"Jangan berlebihan, baju dipakaikan, sepatu dipakaikan, padahal anak sudah besar. Itu yang bikin anak lemah. Percayalah, anak bisa melakukan sesuatu di usianya," imbuhnya.

Selain itu, jangan pula membandingkan anak dengan orang-orang di sekitarnya dan menekannya untuk selalu menjadi yang normor satu. Yang lebih baik adalah membandingkan anak dengan diri anak itu sendiri.

"Cobalah untuk mendorong melakukan yang terbaik dengan membandingkan diri anak hari ini dengan kemarin. Kita build dia. Kalau build dengan cara membandingka dengan orang lain, pasti sedihlah," sambung Vera.
Sumber :
detik

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata, "Makanlah nak, aku masih kenyang!"

Kebohongan Ibu yang Pertama



Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di sungai dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingannya, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhanku.

Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disampingku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan.

Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpit, aku berikan sedikit bagianku dan memberikannya kepada ibu. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata, "Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan!"


Kebohongan Ibu yang Kedua


Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah ku dan kakak, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup.

Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api.

Aku berkata, "Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja." Ibu tersenyum dan berkata, "Kamu tidurlah duluan, aku belum mengantuk."


Kebohongan Ibu yang Ketiga


Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menungguku selama beberapa jam.

Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai, Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Melihat Ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk Ibu sambil menyuruhnya minum. Namun Ibu menjawab, "Minumlah nak, aku tidak haus!"


Kebohongan Ibu yang Keempat


Setelah kepergian Ayah karena sakit, Ibu yang malang harus merangkap sebagai Ayah dan Ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri.

Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil.

Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati Ibuku untuk menikah lagi. Tetapi Ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, Ibu berkata, "Saya lebih senang sendiri bersama kalian anak-anakku."


Kebohongan Ibu yang Kelima


Setelah aku sudah tamat dari sekolah dan bekerja, Ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi Ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kakak ku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan Ibu, tetapi Ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata, "Terima kasih Nak, Ibu masih punya duit."


Kebohongan Ibu yang Keenam


Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa dari sebuah perusahaan.

Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa Ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi Ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku, "Aku lebih suka disini."


Kebohongan Ibu yang Ketujuh


Setelah memasuki usianya yang tua, Ibu terkena penyakit kanker, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang Samudera Atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta.

Aku melihat Ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya.

Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuhnya sehingga Ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap Ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat Ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi Ibu dengan tegarnya berkata, "Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan."


Kebohongan Ibu yang Terakhir


Setelah mengucapkan kebohongannya yang terakhir, Ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

"Berbaktilah pada Ibumu, Ibumu, Ibumu, Ayahmu!"


Coba pikirkan lagi, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon Ayah dan Ibu kita? Berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan Ayah Ibu kita?

Di tengah-tengah aktivitas yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan Ayah Ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan Ayah dan Ibu yang ada di rumah.

Jika dibandingkan dengan kekasih kita, kita pasti lebih peduli dengan kekasih kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar kekasih kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum.

Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari kedua orang tua kita? Cemas apakah mereka sudah makan atau belum? Cemas apakah mereka sudah bahagia atau belum?

Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi. Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi Ayah dan Ibu kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata menyesal di kemudian hari.


Sumber :
kidung