Para korban kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak telah dimakamkan. Namun, walau masih dalam penyelidikan, sejumlah kalangan mulai berspekulasi mengenai penyebab jatuhnya pesawat tersebut pada 9 Mei lalu. Kalangan di Rusia menduga ada sabotase sehingga terjadi kecelakaan yang menewaskan 45 orang. Badan intelijen militer Rusia (GRU) dikabarkan sedang menyelidiki kemungkinan militer Amerika Serikat berada di balik kecelakaan pesawat Sukhoi tersebut. Mengutip sumber anonim dari badan intelijen militer Rusia, mereka telah lama melacak kerja Angkatan Udara AS di Bandara Jakarta.
“Kami tahu mereka memiliki peralatan khusus yang dapat memotong komunikasi, mengganggu sinyal dari darat atau mengganggu parameter kapal,” kata seorang jenderal GRU tanpa mau disebutkan namanya. Pesawat Sukhoi Superjet 100 menghilang dari radar pada 9 Mei lalu, tak lama setelah pilot meminta izin untuk mengurangi ketinggian 1.800 meter. Itu dianggap sebagai manuver berbahaya untuk penerbangan di daerah pegunungan. Terlebih lagi di kawasan Gunung Salak sudah beberapa kali terjadi kecelakaan pesawat.
Spekulasi lainnya, kecelakaan itu dianggap sebagai sabotase industri. “Di sisi lain, kita tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa ini adalah sabotase yang disengaja untuk menurunkan industri pesawat kami di pasaran,” kata sumber lain. Ini bukan kali pertama Rusia curigai AS mensabotase pesawat buatan mereka. Pada Oktober lalu, seorang mantan pejabat juga menyalahkan radar Amerika di Alaska atas hilangnya pesawat penyelidikan antariksa Fobos Grunt.
Sementara itu, Sukhoi Superjet 100 adalah pesawat sipil pertama yang dibangun Rusia sejak runtuhnya Uni Soviet. Model pesawat ini memang ditujukan untuk melakukan tur di kawasan Asia Tenggara untuk menghidupkan bisnis pesawat Rusia. Pengamat industri telah mengingatkan, program tersebut mungkin tidak akan pernah pulih jika penyelidikan menemukan adanya kegagalan teknis atas kecelakaan pesawat tersebut.