Katakanlah : “perhatikan apa yang ada dilangit dan bumi”.(QS.Yunus :101)
Dalam
sejarah pemikiran manusia, alam menjadi topic utama dari pembahasan
para filosof yunani clasik Sebagian besar manusia kala itu hanya
berkutat pada maslah kekayaan dan jabatan atau bisa dibilang hal-hal
praktis dari kehidupan. hanya beberapa orang yang sadar (bukan mitos)
dengan fenomena-fenomena alam . kesadaran mereka menggiring pada satu
titiuk permasalahan penting yang memerlukan jawaban rasional Upaya
mereka melahirkan berbagai pernyataan dan pertanyaan yang harus
diselesaikan oleh penghuni alam (khususnya manusia sebagai mahluk
berpikir). misalnya : Dari mana datangnya dunia? kenapa kita ada
didunia? Dari mana kita? Untuk apa kita disini? Dan mau kemana setelah
mati? Hal ini yang mendorong para filosof untuk bekerja keras (berpikir)
memecahkan sekian pertanyan tersebut. dari proses itulah lahirlah
Banyak teori terkait dengan Epistemologi alam.
Berawal
dari thales membuat pernyataan bahwa “yang terpenting adalah Air”.
Thales berpendapat bahwa air adalah substansi dasar yang membentuk
segala hal lainnya. Bumi pun menurut dia terapung diatas air.
Anaximander memiliki argument lain untuk membuktikab bahwa bumi bukan
subtansi dasarnya adalah air. Dia sendiri berpendapat bahwa unsure
pembentuk alam adalah ada tanah, ada api, dan ada air. Masing-masing
harus ada dalam takaran tertentu dalam pembentukan alam. Sedangkan
anaximenes berpendapat bahwa unsure pembentuk alam adalah udara.
Obyek/benda dialam ini subtansinya berasal dari udara. Perbedaanya
adalah kuantitas subtansi pada obyek tersebut. Berbagai hipotesis
diutarakan hingga berakhir pada pendapat demokritus yang mengatakan
bahwa bumi tercipta dari partikel-partikel kecil yaitu Atom. Teori ini
bertahan lama dan diabad-abad berikutnya ditemukan bahwa ternyata atom
bisa dibagi-bagi menjadi electron,neutron dan proton. Ini sejarah
singkat tentang bagaimana pengaruh alam dalam sebagai sumber pengetahuan
bagi manusia.
Sampai
hari ini, kita masih bisa menemukan perdebatan-perdebatan seperti itu.
Perkembangan aliran pemikiran menjadikan manusia memiliki banyak pilihan
untuk menentukan nilai (aksiologi) yang hendak dipakai untuk memandang
dunia. Jatuhnya pilihan pada suatu nilai (aksiologi) merupakan satu
proses panjang. Beragam macam Nilai atau ideology yang dianut memiliki
cara pandang dunia /alam (Ontologi) . Sehingga Nilai-nilai tersebut
diyakini menjadi kebenaran mutlak (bagi penganutnya). Pembakuan
nilai-nilai tersebut manjadi suatu bencana baru bagi peradaban manusia.
Awalnya hanya sebatas pertarungan gagasan dan pemikiran, berujung pada
upaya saling mendominasi. Salah satu nya adalah Perang dunia I dan II.
Itu merupakan effek dari pertarungan nilai yang dianut oleh manusia.
Pada titik ini, kita tak bisa memponis siapa yang salah dan siapa yang
benar. Mana yang harus dianut dan mana yang harus dihindari. Tergantung
sejauh mana kontektual Ide (nilai) terhadap realita di lokalitas
masing-masing.
diIndonesia,
sebagian besar nilai yang dianut oleh rakyat terkesan tidak konteks
dengan kondisi realitasnya. Paham marxis, nilai yang hendak dicapai
adalah masyarakat tanpa klas. Karena bagi mereka (kaum marxis) system
klaster dalam tatanan social merupakan satu bentuk penindasan dan
subordinasi atas kehendak bebas manusia. Lantas yang jadi peertanyaan?
Bagaimana bentuk pengklasifikasian kelas dalam pengertian marxisme?
Hubungan kerja antara Pekerja (proletariat) dan Pemilik Usaha (borjuis)
dalam suatu pabrik. Bagiku syah-syah saja, itu konteks dengan realitas
eropa di abad 17 yaitu revolusi indurstri. Namun di Indonesia bukan
Negara industry, yang ada hanyalah masyarakat petani dan nelayan. Dan
sebagian besar memiliki tanah garapan (kebun) serta kapal pribadi untuk
mencari ikan. Itu artinya kurang tepat jika komunisme hendak dipaksakan
di Indonesia. Begitupun kapitalisme yang dibawah oleh kaum penjajah.
Dalam etika protestan karya max weber, disana dikatakan bahwa yang kaya
memiliki peluang lebih besar untuk mendapat kehidupan sejahtera di dunia
dan diakhirat. Yang akhirnya missi keagamaan berapih ke missi
pengumpulan harta dengan motif penjajahan serta politik adu domba
(devide at impera). Salah satu kapitalisme adalah akumulasi modal
sebesar-besarnya. Artinya dengan pengeluaran sedikit dan mendapat
pemasukan yang sebesar-besarnya. Sehingga apapun dihalalkan untuk
memperoleh keuntungan besar. Motif inipun tak sejalan dengan prinsip
masyakat Indonesia yang kaya akan nilai kekeluargaan, gotong royong,
kebersamaan. Itu adalah salah satu bentuk pemaksaan sebuah nilai (benar
secara pemahaman) belum tentu konteks pada dengan realita. Apa yang
terjadi dengan pemaksaan Nilai yang tidak konteksual di indonesia? Ada pembantaian missal 1965 G 30 Sep, Perang Seroja, peristiwa malaria, dll. benturan
nilai yang terjadi melahirkan ketidak-nyamanan, mengancam perdamaian,
merusak kesepakatan, dan lain sebagainya. Peritiwa-peristiwa tersebut
bertum,pu pada cara pandang yang dianut oleh manusia-manusia. Ada yang
bertindak atas nama tuhan, ada pula yang berbuat untuk uang, dan ada
yang berbicara atas nama ideology. Semua itupun memakan banyak korban.
Sementara yang Awam Berharap perdamaian abadi dan keadilan social, namun
selalu tak mampu diwujudkan.
II. Ketika tidak ada satupun Ideologi (Nilai) yang relevan?
Keterbatasan pemahaman kita terhadap alam, tidak serta merta menjadikan alam itu kerdil. (ary Toteles)
Dunia
jika dipandang dari kaca mata cinta, maka yang tampak adalah sebuah
kesatuan utuh dan tidak terpisahkan. Kita mampu membaca keberadaan wujud
dan hakikat untaian ayat-ayat suci dalam gerak alam semesta.
Dengan
cinta, kita berusaha lebih banyak menjadi mahluk pemikir untuk memahami
sekian misterius yang belum terpecahkan secara filosofis. Terkadang
kita lupa dengan keberadaan mahluk lain disekitar kita. Ke-aku-an
sebagai manusia terlalu tinggi hingga tak mampu melihat keberadaan
sesame - mahluk lain dalam perspektif cinta aku sebut sebagai sesame
yang menjadi bagian dari cinta.
“ kita berbeda dalam segala hal kecuali dalam cinta…(soe hok gie)”.
Kata-kata
itu semestinya ditujukan untuk seorang kekasih, namun aku lebih senang
jika kita gunakan kata-kata itu sebagai suatu asas atau dasar pijakan.
Dalam untaian kalimat itu, Gie sedang berkata pada seluruh umat manusia
bahwa kita belum mempunyai satu alternative perekat selain cinta.
Karena dalam cinta, kita mampu menembus lapisan pembeda dalam
masyarakat dan tidak ada sekat antara kita, tidak ada perbedaan diantara
kita, sehingga yang tersisa adalah eksistensi cinta dalam masyarakat.
Cinta
yang sering dipahami dalam konteks berhubungan khusus (asmara) antara
“lawan jenis maupun sesame jenis” adalah pemaknaan sempit atas
cakrawala cinta itu sendiri. Karena cinta dalam makna ini akan menemukan
inkonsistensi makna. Disatu sisi, semua manusia sepakat bahwa kata
“cinta” harus sebagai nilai pada diri manusia dan tak jarang di pahami
sebagai mantra perdamaian. Sehingga memperoleh ruang lingkup yang lebih
luar. disisi lain, jika kita mengamati pemahaman cinta dalam konteks
“asmara”, tak jarang terjadi pendistorsian dan pendangkalan oleh subyek
(pelaku asmara). Hal ini terjadi karena salah memahami makna cinta
secara universal (pada pengertian pertama). Banyak mengatakan cinta itu
virus mematikan, ada juga berpikir cinta itu hanya membawa bencana.
Biasanya bahasa-bahsa itu muncul ketika terjadi keretakan hubungan.
Disinilah inkonsistensi yang terjadi ada pemahaman cinta oleh sebagian
besar manusia. Kegagalan dalam Upaya untuk memiliki sesuatu yang
dicintai, akan megakibatkan rasa sakit. Sehingga muncul istilah cinta
itu menyakitkan. Padahal jika kita tela’ah secara jujur, cinta itu
sendiri tak pernah berwujud. Lantas bagaimana cinta itu bsia
menyakitkan? Bukankah sakit itu perspektif dari diri kita sendiri? Jelas
rasa sakit itu lahir dari persfektif kita terhadap kegagalan kita
mengejar cinta (sesuatu yang kita suka). Sesuatu itu sendiri bukan
hakikat dari cinta.
Problem
pemaknaan cinta pada episode asmara saja yang hanya melahirkan
kekeliruan. Selain dari problem itu, aku piker cinta lebih konteks untuk
semua manusia dimanapun dan kapanpun. Tidak dibatasi pada ras, agama,
dan Negara. Disini kita akan melihat bahwa cinta melampaui apa yang
kita pahami. Keterbatasan kita tak akan membatasi ruang lingkup cinta.
Karena itu adalah satu nilai tanpa batas dan tidak mampu dibatasi.
Seperti keberadaan kita di alam semesta. Dari pijakan kaki, pulau,
benua, sampai planet, dan galaksi. Kita tak mampu menjangkau semuanya
dengan keberadaan materi yang terbatas. Apakah cinta masih relevan untuk
dijadikan alternatif bagikegagalan ideology?? Jawabannya, cinta tidak
akan sampai pada pembakuan tmenjadi ideology. Dia hanya sanggup
dijadikan cara pandang (ontology). Karena cinta sudah lebih dulu
diterima oleh seluruh mahluk (bukan saja manusia) sebagai nilai
kehidupan. cinta sebagai cara pandang, sudah dijalani oleh mahluk hidup
secara berkesinambungan. Hanya saja sebagian besar manusia sebagai
mahluk berpikir belum menyadari hal ini. Contoh, seorang karl marx
begitu terpuruk tanpa Jenny istri nya. Yang dibilang karl marx dengan
tertindas dan tersiksa adlah bukan pada pengklasifikasian kelas, tapi
ada pada kehilangan cintanya (jenny) dan Diakhir hayat banyak puisinya
untuk memuja jenny. Demikian pula seekor hewan menganut cara pandang
cinta. Mereka sejatinya akan berdamai dengan hewan selain mereka, jika
tidak diusik. Berdamai disini kupahami sebagai sebuah bentuk aplikatif
dari nilai Cinta. Sebatang pohon pun akan demikian, ketika kita merawat
mereka, memberi pupuk dan member air sesuatu kebutuhan, maka dengan
sendirinya pohon itu akan berbagi apa yang dia punya kepada kita seperti
buahnya. Selain itu juga sebatang pohon pun sanggup berbagi cinta
dengan hewan lainya, minimal member makan dan tempat untuk berteduh.
I. Alam Adalah WUJUD Cinta
Setiap aku mendengar kata alam, maka yang kupahami adalah Bumi dan langit. (Ary Toteles)
Jika
alam sering diandaikan sebagai sebuah rumah, maka Langit adaah atap
alam, dan bumi (tanah) sebagai alas. Aku memandang langit sebagai bapak,
dan bumi adalah ibu.
Kenapa Langit Sebagai Ayah?
Karakter sejati seorang ayah adalah melindungi rumah dan seisinya.
Mencari nafkah untuk anak dan istri, member naungan untuk anak dan
istri. Begitupun langit selalu melndungi Isi bumi dari energy matahari
dengan lapiran atmosfernya sehingga bumi (ibu) mendapat keseimngaan
untuk mememelihara penghuni alam (rumah). Memberi naungan bagi seluruh
penghuni alam.
Kenapa bumi menjadi ibu?
Karakter ibu sejati adalah member kasih sayang kepada anak, menyusui
(kehidupan), member kehangatan (kehidupan), memngajarkan anak (ilmu),
dan selalu member apa yang dikehendaki anak (kebahagiaan). Begitu pula
yang dilakukan bumi kepada penghuni alam. Pohon tumbuh diatas bumi,
samudra mengaliri bumi, manusia berpijak pada bumi, semua mahluk pun
demikian. Bahkan burung yang terbang pung akan menghampiri bumi jika
hendak istrirahat. Bumi tak pernah mengeluh kepada manusia, bahkan dalam
keadaan marah (bencana) adalah pendidikan bagi mahluk agar menjaga dan
merawat alam (rumah) mereka. Manusia, hewan, dan tumbuhan mendapat
pendidikan dari bumi. Dalam al-qur’an, “
satu
rumah dalam keseimbangan tugas masing-masing penghuni. Berbagi tanpa
pamrih, maka itu yang dinamakan cinta. Yaaa cinta yang kupahami adalah
ikhlas melayani dan memberi kepada sesuatu yang kita cinta. cinta yang
utuh dari langit (ayah) dan bumi (ibu) menjalani tugas dengan
keseimbangan yang sempurnah bagai kedua pasnagan memadu cinta tanpa
henti. Wujud cinta dari kedua pasangan (suami dan istri) adalah kesatuan
utuh misalnya rumah tangga (dalam pengertian luas bisa berbentuk
Negara, suku, agama, dan lainnya). wujud cinta dari hubungan langit
(ayah/laki-laki) dengan bumi (ibu/perempuan) adalah alam semesta
menjadi satu kesatuan utuh. Kenapa alam? Karena alam adalah nama lain
dari langit dan bumi atau cinta itu sendiri. Bagaimana buah cinta
(alam)? Seperti sebuah rumah tangga, anak sebagai buah dari cinta.
Lantas bagaimana dengan alam? Apa buktinya? Yah tetap saja kehidupan.
Keseimbangan cinta akan melahirkan anak. Lantas buah dari keseimbangan
cinta (alam) itu apa? Tak dipungkiri buah dari keseimbangan alam (cinta)
adalah kehidupan yang adil dan sejahtera.
Nilai filosofis yang dihadirkan oleh alam kepada kita adalah bahwa Hubungan (disposesi)
antara Langit dan bumi secara kesinambungan melahirkan kehidupan di
muka bumi. Alam (cinta) itu akan utuh jika langit dan bumi terus
berhubungan. Pesan kepada kita, bahwa nilai filosofis dari sebuah cinta
adalah menjaga hubungan (disposesi) dengan sesuatu yang kita cintai.
Lantas
apakah dengan jalan memiliki? Tidak harus memiliki. Karena secara
nyata, Langit dan bumi yang kita lihat tak pernah bersentuhan. Bumi tak
pernah menjadi pasak untuk langit, begitupun langit tak pernah berpijak
(bersentuhan) dengan bumi. Artinya artinya keduanya tak pernah saling
memiliki dalam pengertian bersama dan bersentuhan.
jika
tidak memiliki, bagaimana kita menjaga hubungan itu? Langit dan bumi
pun mengajarkan kita untuk menjaga hubungan dnegan tidak bersentuhan.
Yang ada hanyalah sebuah kepercayaan. Disaat langit mengapung diudara,
maka bumi percaya langit tak akan jatuh (runtuh) menimpa bumi. Selain
itu, bumi pun percaya bahwa langit masih terus membantunya untuk
menjaganya dari serangan (sinar matahari, meteor, benda-benda lainnya)
dari luar luar angkasa. Dan itu terbukti selama ribuan tahun. Kita pun
demikian, perl;u sebuah kepercayaan untuk menjaga hubungan (intiza)
dengan sesuatu yang kita cinta/suka.
(renungan akhir, 01 desember 2011, ary toteles)