“Mana
yang duluan, ayam atau telur?” Sebuah pertanyaan klasik yang telah
hidup selama berabad-abad. Namun anehnya sampai hari ini, masih ada saja
orang yang belum bisa menjawabnya. Tanyakanlah pada teman Anda, maka ia
akan mendadak jadi filsuf kebingungan dan belum tentu bisa menjawabnya.
Ada pula orang-orang yang menganggap pertanyaan itu sebagai tipuan dan
tidak penting untuk dijawab, padahal dirinya memang tidak bisa menjawab.
Bagi saya, setiap pertanyaan pasti ada jawabannya, hanya saja kita
belum mengetahui jawabannya atau tidak tahu bagaimana cara menemukan
jawabanya. Berikut ini saya uraikan jawaban atas pertanyaan ‘filosofi
ayam dan telur’
Pertama, perlu dicatat bahwa kita jangan langsung terjebak pada
persoalan ontologis (apa jawabannya). Kita pergi dulu ke sisi
metodologis (bagaimana cara menemukan jawabannya). Terdapat dua metode
untuk menjawab pertanyaan ini: pertama, perumpamaan (metaphor), kedua,
permainan bahasa (language game). Jawaban pertanyaan tersebut bisa
berbeda tergantung metode yang digunakan.
“Mana yang duluan, ayam atau telur?” Dengan metode perumpamaan,
jawabannya adalah telur. Sedangkan dengan metode permainan bahasa,
jawabannya ayam. Bagaimana bisa? Berikut ini uraian detailnya:
Metode perumpamaan: umpamakan saja ayam dan telur itu satu hewan,
bukan dua hewan. Maka secara alamiah akan terjawab bahwa telur akan
mengelupas cangkangnya, keluarlah pitik yang tumbuh menjadi seekor ayam.
Tidak ada ayam yang mengecil tubuhnya lalu menyusut, melingkar masuk ke
cangkang jadi telur.
Metode permainan bahasa: kata ‘ayam’ di sebutkan terlebih dahulu
ketimbang ‘telur’. Sebaliknya, jika pertanyaannya “duluan mana, telur
atau ayam?” maka jawabannya adalah telur. Metode permainan bahasa
seringkali digunakan untuk menjawab pertanyaan rumit dengan candaan
logis (logical joke). Pertanyaan se-serius apapun bisa dicairkan dengan
menjawab melalui metode ini. Anda tinggal pilih, jika ingin terkesan
serius, gunakan metode yang pertama. Jika ingin mencairkan suasana,
gunakan yang kedua.
Uraian saya ini merupakan akumulasi kebingungan yang telah terpendam
selama bertahun-tahun. Untungnya, sosiologi mengenalkan istilah
‘perumpamaan’ dan ‘permainan bahasa’ melalui kuliah The Frankfurt School
dan Derrida. Dua istilah yang sebenarnya berasal dari filsafat itu
memantik saya untuk melakukan ‘otak-atik gathuk’. Akhirnya jika ditanya
saya sudah bisa menjawabnya. Selamat mengetes teman-teman Anda!