Joyoboyo-Ronggowarsito
Kendati hidup di abad ke-18 namun nama Ronggowarsito tetap familiar di telinga rakyat Indonesia. Bila bencana datang atau ada kejadian besar lain, namanya acapkali muncul ke permukaan.
Kendati hidup di abad ke-18 namun nama Ronggowarsito tetap familiar di telinga rakyat Indonesia. Bila bencana datang atau ada kejadian besar lain, namanya acapkali muncul ke permukaan.
Hal itu tak lain karena banyak pihak yang mengkaitkan
kejadian-kejadian tersebut dengan ramalan yang termaktub dalam tulisan
Ronggowarsito di serat Jayabaya. “Beliau terkenal karena tulisan
kontroversialnya,” ujar budayawan Romo Sapto Raharjo kepada okezone di
Jakarta, Jumat (12/11/2010).
Padahal, sambung Romo Sapto, sejatinya pesan-pesan moral yang
termaktub dalam Serat Jayabaya bukanlah ciptaan Ronggowarsito. Pujangga
Kasunanan Surakarta itu hanya menyadur kitab milik kakeknya, yang
menjadi pujangga Raja Kadiri, Jayabaya. Dikabarkan Raja Jayabaya semasa
hidupnya memang dikenal jago meramal.
Kendati demikian, banyak karya sastra lain yang ditulis oleh
Ronggowarsito. Serat Aji Pamasa, Serat Candrarini, Serat Kalatidha,
Serat Paramayoga, Suluk Saloka Jiwa, hingga Serat Sabda Jati.
Ronggowarsito lahir di Surakarta pada 15 Maret 1802 dan wafat di
Surakarta pada 24 Desember 1873. Dia adalah putra dari Mas Pajangswara
dan cucu dari Yasadipura II, pujangga besar Kasunanan Surakarta.
Ronggowarsito diangkat sebagai Panewu Carik Kadipaten Anom bergelar
Raden Ngabehi Ronggowarsito, menggantikan ayahnya yang meninggal di
penjara Belanda pada tahun 1830. Lalu, setelah kakeknya wafat, dia
diangkat sebagai pujangga Keraton Surakarta oleh Pakubuwana VII pada
tanggal 14 September 1845
dikutip dari : okezone