Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (Lapan) menduga pesawat AirAsia
QZ8501 gagal menghindari awan tebal kumulonimbus. Keberadaan awan
kumulonimbus (cb) ini sudah diungkap oleh Badan Meteorologi, Klimatologi
dan Geofisika (BMKG) sebelum peristiwa terjadi.
Menurut Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Heru Djatmiko seperti dilansir metrotvnews, Awan kumlonimbus terbentuk karena pertemuan massa udara dari timur laut dan tenggara. Secara ilmiah, terdapat tiga fase pertumbuhan awan kumulonimbus (cb). Pertama fase pertumbuhan, kedua fase matang dan terakhir fase mati.
Fase pertama adalah fase dimana angin bergerak ke atas. Fase kedua adalah fase saat massa udara berubah menjadi air. Selain ada pergerakan ke atas, terdapat pula pergerakan ke bawah. Sementara fase terakhir atau fase mati, sudah tidak ada pasokan udara lagi dari bawah, sehingga semua massa air turun ke bawah dan terjadilah hujan.
Heru juga menyatakan, Awan Kumulonimbus sifatnya menyebabkan turbulensi (guncangan) kuat di dalam awan itu sendiri.
Dikutip dari sumber lain, awan Kumulonimbus warnanya putih atau gelap dan termasuk keluarga awan tinggi yang berkembang secara vertikal. (6000 - 12.000 meter dari permukaan bumi). Terbentuk vertikal ke atas hingga membentuk awan badai raksasa. Tinggi maksimumya luar biasa, bisa mencapai 50.000 kaki dari permukaan bumi.
Awan Kumulonimbus semakin mengukuhkan diri sebagai momok atau "hantu"
bagi dunia penerbangan. Cukup banyak pesawat berbadan besar yang telah
merasakan keganasan jenis awan yang satu ini.
Demi menghindarinya, terkadang sebuah pesawat terpaksa menaikan
ketinggian. Proses 'naik' pada ketinggian tertentu inilah yang menurut
Lapan terlambat dilakukan oleh AirAsia. Sekali lagi, itu baru dugaan
secara ilmiah dimana kepastiannya tentu belum terjamin.
Karakteristik Awan Kumulonimbus
Karakteristik Awan Kumulonimbus
Menurut Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Heru Djatmiko seperti dilansir metrotvnews, Awan kumlonimbus terbentuk karena pertemuan massa udara dari timur laut dan tenggara. Secara ilmiah, terdapat tiga fase pertumbuhan awan kumulonimbus (cb). Pertama fase pertumbuhan, kedua fase matang dan terakhir fase mati.
Fase pertama adalah fase dimana angin bergerak ke atas. Fase kedua adalah fase saat massa udara berubah menjadi air. Selain ada pergerakan ke atas, terdapat pula pergerakan ke bawah. Sementara fase terakhir atau fase mati, sudah tidak ada pasokan udara lagi dari bawah, sehingga semua massa air turun ke bawah dan terjadilah hujan.
Heru juga menyatakan, Awan Kumulonimbus sifatnya menyebabkan turbulensi (guncangan) kuat di dalam awan itu sendiri.
Dikutip dari sumber lain, awan Kumulonimbus warnanya putih atau gelap dan termasuk keluarga awan tinggi yang berkembang secara vertikal. (6000 - 12.000 meter dari permukaan bumi). Terbentuk vertikal ke atas hingga membentuk awan badai raksasa. Tinggi maksimumya luar biasa, bisa mencapai 50.000 kaki dari permukaan bumi.
Pada kasus AirAsia, dideteksi puncak awan Kumulonimbus ada dikisaran
48.000 kaki. Mengenai sifat, awan ini dikaitkan dengan hujan deras
yang ditingkahi petir, badai atau membentuk pusaran angin tornado yang
biasa melanda daratan Amerika.
Berdasarkan karakter awan Kumulonimbus tersebut, tak heran jika dunia penerbangan komersil menjadikan awan ini sebagai "hantu" yang wajib dihindari. Tak satupun pesawat berbadan besar yang mau berhadapan dengan awan Kumulonimbus , karena dipastikan akan mengalami guncangan yang hebat saat terjebak di dalamnya.
Berdasarkan karakter awan Kumulonimbus tersebut, tak heran jika dunia penerbangan komersil menjadikan awan ini sebagai "hantu" yang wajib dihindari. Tak satupun pesawat berbadan besar yang mau berhadapan dengan awan Kumulonimbus , karena dipastikan akan mengalami guncangan yang hebat saat terjebak di dalamnya.
Bagi pesawat berbadan kecil seperti pesawat tempur, guncangan dari
awan Kumulonimbus mungkin dianggap hal biasa. Rampingnya bodi pesawat
dan kecepatan pesawat membuat guncangan yang ditimbulkan oleh
awan Kumulonimbus tidaklah seberapa.
Kejadian ini dapat digambarkan ketika kita memasukan benda ke dalam air.
Benda berbadan besar umumnya akan mengalami goncangan lebih kuat
dibanding dengan benda yang berbadan ramping. Itulah yang menyebablan
pesawat berbadan lebar selalu menghindar bila awan Kumulonimbus sudah
terbentuk di jalur penerbangan mereka.
Berikut ini kategori awan, sifat beserta ketinggianya
2. Altostratus
Berikut ini kategori awan, sifat beserta ketinggianya
1. Altocumulus
Awan jenis ini berukuran kecil-kecil, tetapi banyak. Biasanya berbentuk
seperti bola yang agak tebal berwarna putih pucat dan ada bagian yang
kelabu. Awan ini bergerombol sehingga tampak saling bergandengan.
2. Altostratus
Awan Altostratus berwarna kekelabuan dan meliputi hampir keseluruhan
langit. Terbentuk pada waktu senja dan malam hari dan menghilang apabila
matahari terbit di awal pagi.
3. Stratocumulus
3. Stratocumulus
Awan ini berbentuk seperti bola-bola yang sering menutupi daerah seluruh
langit, sehingga tampak seperti gelombang. Lapisan awan ini tipis dan
tidak menghasilkan hujan. Awan ini berwarna kelabu/putih yang terjadi
pada petang dan senja apabila atmosfer stabil.
4. Stratus
4. Stratus
Awan ini cukup rendah dan sangat luaas. Tingginya di bawah 2000 m. Lapisannya melebar seperti kabut dan berlapis.
5. Nimbostartus
5. Nimbostartus
Bentuknya tidak menentu dengan pinggir compang-camping. Di Indonesia
awan ini hanya menimbulkan gerimis. Awan ini berwarna putih gelap yang
penyebarannyaa di langit cukup luas.
6. Cumulus
6. Cumulus
Merupakan awan tebal dengan puncak yang agak tinggi. Terlihat gumpalan
putih atau cahaya kelabu yang terlihat seperti bola kapas mengambang,
awan ini berbentuk garis besar yang tajam dan dasar yang datar. Dasar
ketinggian awan ini umumnya 1000 m dan lebaar 1 km.
7. Cumulonimbus
7. Cumulonimbus
Berwarna putih/gelap. Terletak pada ketinggian kira-kira 1000 kaki dan
puncaknya punya ketinggian lebih dari 3500 kaki. Awan ini menimbulkan
hujan dengan kilat dan guntur. Awan ini berhubungan erat dengan hujan
deras, petir, tornado, dan badai.
Sumber :
kompasiana
kompasiana