twitter
rss




"Atap hijau" (Green Roof) adalah sebutan untuk atap sebuah bangunan yang sebagian atau seluruhnya ditutupi dengan vegetasi dan tanah, atau sedang tumbuh, ditanam di atas waterproofing membran. Ini merupakan upaya intensifikasi taman atap, atau upaya memadukan sistem bangunan dengan sistem penghijauan atap sehingga dapat diciptakan taman melayang (sky garden). Istilah atap hijau juga dapat digunakan untuk menunjukkan atap yang menggunakan beberapa bentuk "hijau" teknologi, seperti atap dingin, atap dengan kolektor panas matahari atau modul fotovoltaik. Atap hijau juga disebut sebagai eco-atap, oikosteges, tumbuhan atap, dan greenroofs.

Atap hijau digunakan untuk:

• Tumbuhan buah-buahan, sayuran, dan bunga-bunga
• Mengurangi pemanasan (dengan menambahkan massa dan nilai resistansi termal) dan pendinginan (dengan menguapkan pendingin) beban pada gedung - terutama jika kaca dalam sehingga bertindak sebagai terarium dan pasif reservoir panas matahari - konsentrasi atap hijau dalam sebuah daerah perkotaan bahkan dapat mengurangi suhu rata-rata kota selama musim panas
• Mengurangi limpasan air hujan
• Menyaring polusi dan karbon dioksida dari udara
• Tanah dan tanaman di atap hijau membantu untuk mengisolasi sebuah bangunan untuk suara; tanah membantu untuk memblokir frekuensi yang lebih rendah dan tanaman blok frekuensi yang lebih tinggi.
• Menyaring polutan dan logam berat dari air hujan
• Meningkatkan habitat satwa liar di wilayah tersebut



Manfaat atap hijau bukan hanya sebatas peningkatan nilai estetika dan penghematan energi, pengurangan gas rumah kaca, peningkatan kesehatan, pemanfaatan air hujan, serta penurunan insulasi panas, suara dan getaran, tetapi juga penyediaan wahana titik temu arsitektur dengan jaringan biotop lokal. Perannya sebagai “batu loncatan” menjembatani bangunan dengan habitat alam yang lebih luas seperti taman kota atau area hijau kota lainnya.

Atap hijau dapat dibuat pada atap datar dan miring, pada bangunan yang sudah jadi maupun yang sedang dibangun. Atap tersebut terdiri dari lapisan penyekat yaitu membran waterproof dan lapisan media-tanam dengan tebal mencapai kedalaman hingga dua meter, mensyaratkan struktur bangunan khusus dan perawatan tanaman cukup rumit. Tanah yang digunakan biasanya memiliki komposisi butir-butir tanah liat yang ringan dan batu pecah. Jenis tanaman tidak hanya sebatas tanaman perdu, tetapi juga pohon besar sehingga mampu menghadirkan satu kesatuan ekosistem.



Atap hijau ini hanya butuh perawatan dan pengairan yang sederhana, tetapi dikarenakan posisinya yang terekspos sehingga agak menyulitkan tanaman untuk bertahan. Sebuah riset yang telah diselenggarakan sejak tahun 1980, tanaman musim kemarau ditemukan sebagai koloni paling sukses, tetapi laporan terbaru menyebutkan titik berat untuk penelitian ke depan terletak pada kebutuhan spesies yang sesuai, terutama untuk iklim yang berbeda.

Walaupun pengerjaan atap hijau lebih mahal daripada atap konvensional, namun memiliki nilai efektif lebih lama, sebab mereka dapat menghemat energi dan mampu melindungi properti di bawahnya. Misalnya, tanaman dan tanah melindungi membran waterproof dari kerusakan akibat radiasi ultraviolet matahari, mampu memperpanjang fungsinya hingga lebih dari 20 tahun. Dalam suatu laporan, beberapa “atap hijau” di Berlin telah bertahan 90 tahun tanpa perbaikan yang berarti.

Rancangan, perwujudan, dan pengelolaan atap hijau intensif membutuhkan kerja sama dan keterlibatan bukan hanya kalangan arsitek, ahli pertamanan, sipil, mesin dan listrik, tetapi juga ahli lingkungan, biologi, pertanian, dan kesehatan. Inilah salah satu bentuk penerapan prinsip arsitektur berkelanjutan yang diformulasikan Richart J Dietrich, pendiri pusat riset Baubiologie (biologi bangunan) dan Biooekologi (ekologi bangunan) di Jerman. Ia menyebut arsitektur masa depan sebagai hasil rekayasa super-system yang ditandai kompromi selaras antara ranah teknologi dan ranah alam melalui pendekatan perancangan multidisiplin.